Ketika Senyap Menghunuskan Belati Sepinya
Alkisah, di suatu negeri yang porak poranda. Matahari pun menyembunyikan sosoknya. Bulan pun enggan
menyunggingkan secercah senyumnya. Bintang pun mengatupkan kerdip kerlip kerlingannya. Dan, sang mahacahaya; penerang sekalian
jagad semesta kian memain-mainkan cahaya bolam-bolamNya. Angkasa kelam. Senyap, menghunuskan belati sepinya pada tubuh nista
manusia. Dunia menghitam....
Ketika Tuhan Tak Akan Pernah Menjawab
........................................
02.12.3039 09:31 JACQUES Tu
va en jeoux, l’amour?-13 Tuhan telah mati! Tuhan telah mati! Kita telah membunuhnya!-14
V 04.12.3039 00:00 KINANTHI Tuhan,
benarkah engkau telah mati? ..........................................
Hawa; Aku Rindu Jari-jemari Lentik Gandari
"Perih!" Ya… Hanya perih yang kurasakan setiap Adam dan lelaki-lelaki tuntas menunggangi
semampai tubuh kudaku. Dan aku ngeri menyaksikan wajah mereka kala tubuhnya mengejang-ngejang dan maninya yang seperti larva
menyembur menelusup ke dalam liangku. Wajah mereka samarata. Mirip wajah Dursasana saat berupaya melucuti tapih yang melekati
Drupadi tiada pernah tuntas. Beringas! Seperti raksasa! begitulah lelaki hanya menapiskan syahwatnya tak sudi memahami perempuan .....................................
seterusnya...
Aku bergetar, kaku, membatu. Runtuh
Dan… Kau pun begitu kilatnya menghilang ditelan dalam perut jagad semesta. Kau pun begitu
kilatnya melenyap; tersapu oleh sapuan warna, terdiam oleh sesayup bunyi, tertiup oleh sesemilir angin, tertutup oleh seseberkas
cahaya. Kau pun begitu kilatnya menyirna; secepat kembalinya Nawangwulan ke khayangan karena menemukan selendangnya kembali
yang telah dicuri Jaka Tarub ketika Nawangwulan sedang mandi bersama delapan bidadari lainnya di bumi dalam kisah dongeng
Jaka Tarub, secepat hilangnya nyawa Piramus dengan jalan menusukkan pedangnya sendiri tepat pada jantungnya karena mengira
Tisbi telah mati diterkam harimau ketika melihat cadar Tisbi bersimbah darah di mulut harimau dalam babak Tragedi Piramus
dan Tisbi pada kisah drama Impian di Tengah Musim.
seterusnya
Sepi; Aku Ingin Membunuhnya
Aku tiada ingin kamu membelah dua hatimu. Aku tiada ingin dia bersemayam pada taman hatimu. Aku tiada
ingin dia bermukim di antara kita. Aku tiada ingin dengan tiba-tiba dia menjelma Rahwana yang begitu pandai dan licik menculik
Shintaku dari genggemanku. Aku tiada ingin dengan tiba-tiba dia menjadi sebilah keris karatan yang runcing menusuk-nusuk perutku.
Aku tiada ingin dengan tiba-tiba dia berubah sebagai segerombolan nikotin yang mencemari pernafasanku. Aku tiada ingin dengan
tiba-tiba dia membunuhku. - Aku ingin dia melenyap. Membunuhnya -
seterusnya...
Kisah Drama Asmara Nan Sendu
Musim Semi 2025 Masehi. Pada pagi (mentari terbangun dari lelapnya). Satria
dan Kesuma sepasang anak takdir. Lakoni semua sesuai naskah drama asmara yang telah ditulis Sang Takdir. Semaian benih-benih
menunas. Mengembang. Mengembang. "Dan telah kuutarakan semua tentang aku dan senyatanya aku. Dan bara harapku yang takkan
pernah padam hingga masa yang tiada berpucuk, kan kubawa engkau kesuatu lahan yang maha berlimpah kesejukkan ; kejagad asmara
sejati. Jagad asmara sejati. Kedamaian jiwa. Keindahan nyata"
seterusnya...
Negeri Lelaki
Setelah dengan tanpa aku sadari seorang lelaki yang berbadan tegap dan seluruh
permukaan kulitnya ditumbuhi tatto melemparkanku ke arena medan peperangan. Amis. Setelah ragaku tertembus peluru. Setelah
rohku tersayat-sayat. Setelah aku terjatuh kembali di atas ranjangku. Seorang lelaki telanjang yang satunya lagi yang berwajah
Yusuf berkulit melati merayuku dengan lembut. "Ikutlah denganku perempuan manis! Akan aku ajari kamu melayari seluruh isi
samudera." Seketika itu pula aku merasakan betapa wujudku dan wujudnya menjelma seikan hiu yang ganas melayari air. Seluruh
ragaku terasa mendingin. Rohku membeku. Dia bawa aku menonton secara langsung beraneka rupa binatang air dan beragam jenis
tumbuhan air, menyelam menikmati pesona alam bawah laut. Betapa takjubnya aku menyaksikan secara langsung kemolekkan alam
air mahakarya sang pencipta. Seketika itu pula…
seterusnya...
Perempuan; Biografi dalam Kantong Plastik
Namaku Gandari. Seorang janda beranak seratus. Semuanya perempuan. Destarata, suamiku mati dikoyak-koyak
serigala-serigala Astina. Dan aku harus menyiapkan wajanku setiap saat untuk menggoreng sperma serigala-serigala Astina. Yudistira;
yang santun mewajibkan aku menggoreng pisangnya dalam wajanku semalam suntuk pada malam jum’at. Bima; yang kasar membuatku
harus bersedia menyediakan wajanku jika dia ingin menggoreng tomatnya. Janaka; yang ayu mengharuskan aku menggoreng cabe rawitnya
dalam wajanku setiap dia mempersolek diri di kamar rias. Nakula-Sadewa; yang kembar membuat wajanku selalu tak muat untuk
menampung wortel mereka berdua. Lelah. Aku mesti selalu berada di dalam kantong plastik. Untuk mudah dibawa serigala-serigala
Astina.
seterusnya...
Tentang Seorang Ibu Yang Telah Menata Pagi Untukku
"Kau adalah anakku; anak yang telah lama berlalu. Sayalah bundamu. Muasalnya Sungging Perbangkara
adalah putra mahkota Kerajaan Pajajaran. Ia piawai berburu. Pada suatu ketika, pada siang yang panas itu ia berburu di belantara,
lelah melilitnya. Lelah itulah yang membawanya hinggap di bawah pohon kelapa. Memetik. Mencercap airnya, basuh dahaga. Sungging
Perbangkara pulang tanpa hasil buruan seperti biasanya. Kebetulan didekat pohon kelapa itu, di antara lebat alang-alang bersembunyi
celeng betina; Wayungyang namanya. Lama celeng betina itu bersembunyi di sana. Keadaan terkendali. Celeng betina keluar dari
sarangnya. Celeng betina digerogoti lapar dan dahaga. Menemukan tempurung kelapa berair. Dahaga tertetesi. Tak menahu itu
air seni Perbangkara. Beberapa waktu sesudahnya celeng betina beranak. Tapi bukan seekor bayi celeng yang dilahirkannya. Melainkan
seorang bayi perempuan yang jelita. Musim berburu berikutnya, Perbangkara kembali berburu kepada tempat yang sama. Didengarnya
raung bayi. Menemu seorang bayi perempuan yang jelita diantara lebat alang-alang yang bersentuhan digoyang bayu...
seterusnya...
Aku Menjelma Rahwana
...Syahwat cincin bermatakan intan mengubun. Dan yang paling dahsyat gejolak nafsu untuk membunuh
Rama adalah tatkala menyaksikan Rama bersenggama dengan Shinta. Persenggamaan yang mahasempurna. Bagai sang ksatria yang menunggang
kuda betinanya. Betapa perkasanya Rama. Kuda betina merintih. Mengerang. Sampai pada satu titik kulminasi kenikmatan mereka
mendengus panjang. Memecahkan kesepian malam yang sunyi. Persenggamaan yang mahasempurna. Cincin bermatakan intan yang sebenarnya
adalah aku yang menjelma Rahwana cemburu. Hingga tibalah kini cincin bermatakan intan malih wujud menjadi Rama. Ketika
Rama dengan dalih urusan negara pergi ke luar negeri untuk waktu sekitar satu musim. Satu kesempatan yang kadarnya melebihi
emas murni 24 karat harus aku manfaatkan. Segera cincin bermatakan intan yang sebenarnya aku yang menjelma Rahwana malih wujud
menjadi Rama...
sterusnya...
Teaterikalisasi Kebiadaban
Surya tenggelam. Kirana redup. Segerombol pasang penari latar tampak di panggung yang agak
rendah menari erotis dengan pasangannya. Lalu… (mungkin terbawa suasana yang begitu erotis) mereka saling melepas kain
yang membaluti tubuh mereka. Mereka melakukan entah ini merupakan suatu persetubuhan massal atau tarian lagi. Aku tiada sanggup
membedakannya lagi. Penglihatanku nanar dibuatnya. “Ini sungguh-sungguh merupakan adegan persetubuhan massal yang
teramat begitu orisinil” desahku. Dan tanpa aku sadari ternyata aku pun terbawa oleh suasana di panggung yang begitu
erotis. Aku menikmati tarian erotis atau entah persetubuhan massal para penari latar. Aku onani… Tapi… Dengan
tiba-tiba mereka saling membunuh. Mereka terkapar.
seterusnya...
Mencari Tuhan
Sunyi. Samar sayup lirih terdengar alunan persenggamaan dan suara sang proklamator mendendangkan
naskah proklamasi. "Aku menginginkan kemerdekaanku yang telah terenggut! Aku akan minta kemerdekaan itu pada tuhan. Tapi
di mana tuhan yang kalian agung-agungkan itu berada? Aku cari ke pasar tak ketemu. Aku cari ke terminal tak ketemu. Aku cari
ke supermarket tak ketemu. Aku cari ke tempat prostitusi tak ketemu. Aku cari ke tempat ibadah tak ketemu. Aku cari di mana-mana
tak ketemu. Di mana tuhan bersembunyi? Aku menginginkan kemerdekaanku yang telah terenggut! Segenap mahkluk hidup yang mendiami
jagad lalu mengutukku sebagai orang gila."
seterusnya...
Bhatara Ganjja
Layaknya peri-peri penyelamat dalam kisah-kisah yang tertulis di buku dongeng Seribu Satu Malam.
Pengikutku memuja-mujaku, mengelu-elukanku, bahkan telah menuhankan aku. Karena seperti halnya tekhnologi yang selalu baru,
politik dan ekonomi yang baru, aku sukar untuk ditangkal dan dimusnahkan.
Aku melahap segala manusia; entah penguasa atau
rakyat jelata, belia atau renta, islam atau kristen, adam atau hawa. Dan, kemudian aku menghilang tenggelam ke dalam samudera atau rawa-rawa yang tak
berbatas kedalamannya. Biar mereka merintih-rintih kesakitan memohon kehadiranku untuk menyejukkan jiwa mereka.
Dan…
seterusnya...
|